Apa Harus dilakukan Seorang PR dengan Perkembangan Teknologi
Saat ini yang harus disadari oleh setiap praktisi PR bahwa era sudah berubah. Penyampai pesan bukan lagi hanya media mainstream, baik televisi, cetak, radio maupun online. Semenjak blog mudah dibuat, forum online bertebaran dan social media bertumbuhan, setiap pengguna Internet bisa menjadi penyampai pesan.
Mereka yang biasanya hanya menonton televisi membaca koran/majalah, mendengarkan radio, browsing di Internet, saat ini juga bisa membuat blog, membuat akun di Facebook atau Instagram, dan menuliskan pesan apa saja yang mereka suka atau inginkan. Jika mereka tidak suka dengan pengalamannya mengonsumsi sebuah produk, mereka dengan mudah menulisnya di blog, di Facebook, Lalu menyebarkannya di forum atau milis. Mereka tidak perlu bersusah payah mengirim surat pembaca ke media cetak yang entah kapan dimuatnya.
Di era seperti sekarang ini konsumen lebih sibuk berkomunikasi dan berbincang mengenai produk dan perusahaan dengan sesama konsumen. Komunikasi horizontal terjadi. Namun Sayang komunikasi ini nyaris tidak melibatkan perusahaan. Inilah Inilah yang menyebabkan perusahaan gagap untuk berkomunkasi dan mendapatkan feedback dari pelanggannya.
Survei yang dilakukan DEI Worldwide mengenai dampak social media terhadap perilaku belanja menunjukkan bahwa, 62% mengatakan informasi produk yang didapatkannya melalui percakapannya di social media lebih bernilai ketimbang informasi yang diterima dari iklan. Sementara itu, Survei yang dilakukan Forester Reseach tahun 2007 bahkan sudah meletakkan blogger sebagai influencer kedua setelah teman/keluarga dalam hal memutuskan konsumen membeli barang.
Bagi perusahaan yang terbiasa dengan produk siap pakai, perubahan ini relatif mudah diantisipasi, bahkan dapat dimanfaatkan sebagai peluang emas. Dell Computer misalnya, meluncurkan situs Dell’s Ideastorm yang mempersilahkan pelanggan untuk menyampaikan apapun produk yang mereka inginkan di masa mendatang. Salah satu hasilnya adalah Linux Box, yang jelas-jelas mencederai hubungan jangka panjang Dell dengan Microsoft yang selama ini menjadi mitra penting di sisi operating system.
Namun terlepas dari itu, ada cara PR untuk mengurangi risiko gagal komunikasi dan pemasaran di social media.
Pertama, lihatlah perubahan konsumen ini secara strategis terlebih dulu sehingga dapat digali potensi-potensinya baik untuk pengembangan produk maupun customer relations.
Kedua, perusahaan mengantisipasi perubahan ini secara strategis, bukan sekadar melaksanakan program marketing dan public relations di social media, tetapi juga membangun organisasi yang siap mengeksekusinya. Sangat layak jika saat ini perusahaan besar memiliki manager baru di bidang social media.
Ketiga: perkuat riset di bidang social media agar betul-betul memahami perilaku social media sehingga mampu membangun strategi yang tepat.
Dengan demikian, Untuk mengadaptasi perubahan konsumen di era social media. Sudah seharusnya para Praktisi PR lebih kreatif untuk mengantisipasi dan menanggulangi dampak yang merugikan perusahaan.
Apa yang sebaiknya harus dilakukan seorang PR?
Jika sebelumnya para humas lebih banyak bersentuhan dengan media (melalui strategi Media Relations), dengan pemerintah (melalui Goverment Relations) dan sedikit bersentuhan dengan konsumen melalui Marketing PR, maka saat mereka harus bersentuhan langsung dengan publik dan konsumen di dunia maya.
Konsumen yang bergabung di social media tidak butuh bahasa yang manis dan formal ala siaran pers. Yang mereka butuhkan adalah juru bicara perusahaan yang mengerti kebutuhan mereka dan sekaligus merespon keluhan mereka secepat mungkin.
Konsumen juga butuh seorang praktisi PR yang bisa berinteraksi langsung dengan mereka dan melakukan percakapan. Tentu saja, ini bukan pekerjaan mudah. Apalagi praktisi PR itu wajib “berbicara” sesuai brand personality yang diwakilinya.
Jadi, PR 2.0 bukan lagi sekadar mengelola jurnalis, tetapi juga mengelola konsumen yang mampu menjadi publisher di dunia maya. Praktisi PR pada akhirnya harus update dengan teknologi terbaru. Mereka harus terus mengikuti perkembangan teknologi. Jika sekarang mungkin sedang tren Instagram atau Path, maka mereka harus terjun ke dalamnya agar mengerti bagaimana sebenarnya Instagram itu.
Praktisi PR juga wajib adaptif terhadap perkembangan media social seperti Facebook, Twitter, Instagram dan media social lainnya diantaranya memahami apa beda Profile Page, Fans Page, Groups, dan Causes di Facebook, termasuk memantau perkembangan yang sangat pesat.
FansPage Facebook misalnya, terus menerus mengalami perubahan dan perbaikan yang bermanfaat untuk komunikasi merek. Pada saat yang sama praktisi PR juga perlu memahami aplikasi Facebook yang juga berkembang sangat cepat.
Dengan memahami teknologi ini, praktisi PR diharapkan memahami implikasi aplikasi baru tersebut terhadap perusahaan dan merek yang ditangani. Selain itu, pemahaman user behavior lokal mutlak diperlukan untuk membangun strategi public relation di dunia maya dengan target konsumen Indonesia.
Dengan demikian, secara praktis hal tersebut membuat kerja praktisi PR masa kini mengalami perubahan yang sangat luar biasa. PR masa kini bukan hanya harus cerdas berhubungan dengan influencer, termasuk media, tetapi juga dituntut untuk fasih berhubungan langsung dengan konsumen. Dan kita semua paham, karakter konsumen maya sudah pasti tidak sama dengan karakter jurnalis, media atau industri media, atau karakter medium dan influencer lain.
Leave a Reply