Pentingnya Strategi Informasi Sebagai Kekuatan Politik
Berikut sekelumit tentang “kekuatan” Information and Communication Technology (ICT) terhadap sebuah kekuatan politik, khususnya tentang kampanye. Bisa jadi, hal ini bukan sesuatu yang baru. Pasalnya, pada pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 1944 saja, Franklin D Roosevelt telah menggunakan teknologi yang cangih pada jamannya, yakni Radio, sebagai sarana untuk mensukseskan pemilihannya.
Di Indonesia saat ini berbagai inovasi dalam berkampanye sudah dilakukan. Berbagai strategi kampanye yang ada di luar negeri dicoba diterjemahkan dan diimplementasikan di Indonesia.
Sayangnya, banyak pihak belum menggabungkan dan membangun sejumlah perangkat kampanye menjadi satu kesatuan. Melakukan sinergi antara item dan strategi kampanye modern dan tradisional sehingga terbentuk sistem yang cantik dan cerdas.
Apa yang terjadi sekarang ini justru “perang” item kampanye konvensional. Seperti kaos, spanduk, baliho, stiker, dan lain-lain. Tidak hanya itu, kekuatan/konflik fisik pun mewarnai dan mencoreng nilai kampanye. Sesuatu yang sangat tidak diharapkan.
Jumlah daftar pemilih bagi kandidat bupati/walikota/gubenur tentu merupakan data yang sangat penting. Dari data inilah nantinya bisa dijadikan informasi. Dan dari informasi yang ada akan dibuat sebuah pemetaan. Yakni peta untuk mengetahui:
- yang menjadi kekuatan/pendukungnya
- yang kontra
- yang abstain
- yang mengambang
- yang ragu
- Dan lain-lain.
Pemanfaatan ICT, seperti SMS, Call Centre, Radio daerah dan Situs merupakan langkah awal untuk bisa menjaring loyalis, mengenalkan sang kandidat sekaligus melakukan pemetaan awal. Untuk SMS, khususnya di daerah yang penetrasi ponselnya sudah relatif tinggi, dengan melakukan “pancingan” berupa Kuis SMS (dengan tema yang mengarah pada sang kandidat, tanpa melakukan black campaign) yang berhadiah menarik, tentu data yang masuk menjadi point tersendiri bagi sang kandidat.
Data inilah yang harus diolah menjadi informasi yang bisa merebut hati dan pikiran calon pemilih. Ini pula peluang/kesempatan sang kandidat untuk bisa menjadikan pertemuan maya menjadi pertemuan nyata.
Bagi kandidat, penerapan ICT dalam masa pra kampanye dan saat kampanye, bahkan saat perhitungan suara (yang dilakukan oleh tim sukses dan loyalis) untuk menjaga akuntabilitas KPUD tentu merupakan point plus tersendiri. Dibukanya kran kritik, akan memberikan image terhadap kandidat bahwa dirinya siap dikritik dan siap mendengarkan.
Sementara masukan/data masyarakat berupa kritik dan lainnya dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan kualitas kampanye. Memang benar, penetrasi ponsel tidaklah besar dibandingkan jumlah pemilih, Namun efek domino terhadap lingkungan sekitar inilah yang diharapkan mampu mendongkrak popularitasnya dan pada akhirnya memilih dirinya.
Lagi-lagi ini adalah cara jitu menangkap basah “pasar” potensial dalam melakukan pemetaan. Sehingga bisa diketahui mana yang harus konsentrasi kampanyenya lebih besar, mana yang tidak.
Namun saat ini di era teknologi yang semakin canggih, pemanfaatan radio ataupun sms sudah tidak begitu tepat, meskipun dalam beberapa porsi tetap dilakukan.
Sekarang adalah jamannya digital marketing, pembentukan sebuah citra atau branding melalui dunia maya. Yaitu melalui social media dan website.
Jika seorang calon tidak memanfaatkan digital marketing atau digital personal branding di era sekaran, bisa dipastikan akan tertinggal dengan saingannya.
KOMUNIKASI MASSA.
Memposisikan media sebagai sebuah kekuatan vital, sebagaimana tergambar dalam hypodermic theory. Dengan anggapan bahwasannya massa itu bodoh, pasif dan bisa dimanipulasi, iklan gencar-gencaran di pasang sebagaimana pamplet, spanduk dan baligo di pasang dimana-mana.
Tetapi apapun praktek komunikasi massa yang dilakukan, figure yang tampil tetap menjadi bahan perhatian yang tidak akan pernah terlupakan. Karena elemen komunikasi massa tidak hanya media penyampaian informasi dan khalayak saja, tetapi juga figure alias komunikator sebagai aktor utama. Hal terakhir inilah yang mesti dicek kembali kelayakannya untuk dijadikan pilihan oleh masyarakat banyak.
STRATEGI TWO STEP COMMUNICATION
Pada jurusan lain strategi two step communication pun dilaksanakan baik dengan cara manipulatif maupun proses negosiasi politik yang elegant. secara manipulatif masing-masing calon memanfaatkan posisinya sebagai pimpinan beberapa perkumpulan. Bahkan membuat komunitas butan dan menyatakan sebagai pendukungnya. Sehingga tidak aneh bila masa pilkada ini banyak organisasi yang tiba-tiba muncul dan menyatakan dukungan.
Leave a Reply