Pentingnya Seorang PR Memahami Web 2.0 Jika Tak Ingin Ketinggalan
Pentingnya memahami web 2.0 bagi seorang PR, dibawah ini Anda akan mempelajari pengertian dari web 2.0, apa saja web 2.0, dan penjelasan web 2.0 tools secara umum.
Munculnya teknologi web 2.o saat ini sudah melahirkan revolusi baru dibidang internet. Sebelumnya informasi dari website hanya berjalan searah, Tapi saat ini semua orang dapat menjadi kreator konten di internet dengan adanya blog atau situs jejaring sosial yang gratis.
Web 2.0 is all the Web sites out there that get their value from the actions of users.
Web 2.0 adalah keterlibatan user dan kecanggihan web tersebut dalam kolaborasi, interaksi dan melayani user. Seperti pembaca yang berkomentar dan trackbacks di blog. Dari sisi web, adalah adanya RSS di dalam Blog dimana semua informasi Blog dimungkinkan dapat diadaptasi.
Implikasi dari Web 2.0 adalah adanya Media Sosial yang saat ini sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam perkembangan teknologi internet. Beragam aplikasi internet berbasiskan media sosial kian marak yang mampu menyihir para pengguna internet di seluruh dunia.
Dengan media sosial, setiap individu dapat saling berbagi cerita dan informasi dengan menggabungkan teknologi berupa tulisan, gambar, video maupun audio.
Social Media
Jika dulu suatu informasi produk hanya dapat dipublikasikan oleh produsen saja, maka saat ini, setiap orang bisa mempublikasikan informasinya sendiri atau dikenal dengan istilah User Generated Content (UCG). Setiap orang juga bisa langsung memberikan tanggapan atau komentar atas informasi yang dia peroleh dari media sosial. Hal ini membuat interaksi sosial antara satu orang dengan orang yang lain menjadi lebih cepat dan juga lebih murah.
Social media sebenarnya adalah sebuah bentuk dari budaya yang dinamakan dengan budaya partisipasi. Tanpa adanya partisipasi dari pengguna, sebuah situs jejaring sosial belum pantas disebut sebagai sosial media yang sejati meskipun situs tersebut dilengkapi fasilitas user generated content / consumer generated media.
Mengapa demikian?
Karena sosial media sangat menekankan pada aspek conversation, yang akan menentukan tinggi atau rendahnya budaya partisipasi yang terbentuk dalam sosial media tersebut. Blog, Social Networking, Social Blog, Forum, Micro-Blogging, apapun bentuknya jika tidak memiliki budaya partisipasi yang memadai, maka sosial media tersebut akan mendapatkan kegagalan.
Menurut data, Indonesia merupakan negara dengan jumlah Facebook terbesar kedua setelah Turki di Benua Asia, yakni sebesar 5.949.740 pengguna. Sementara Turki, yang menduduki peringkat keempat di dunia, memiliki 10.926.180 pengguna per Selasa, 16 Juni 2009 pukul 17.00 WIB (VIVAnews).
Sementara itu, berdasarkan data dari Google Trend, pengunjung Twitter rata-rata per hari lebih dari 200 ribu orang (unique visitor). Sementara, forum diskusi Kaskus.us yang sering disebut sebagai situs komunitas terbesar di Indonesia yang memiliki anggota lebih dari sejuta orang. Namun, jumlah itu dikalahkan oleh pengunjung Twitter asal Indonesia. Data ini juga ditunjang oleh sejumlah perusahaan riset. comScore, misalnya, seperti ditulis TechCrunh mengatakan pengguna Twitter di Indonesia November 2009 lalu mencapai 1,4 juta orang. Adapun, pengguna Twitter global mencapai 60 juta orang.
Fenomena media sosial secara fundamental saat ini benar-benar mengubah cara perusahaan berkomunikasi. Maraknya Facebook, Twitter, Instagram, Plurk, blog, wiki, youtube dan lainnya memaksa perusahaan meningkatkan cara komunikasi yang semula satu arah dan dua arah menjadi segala arah.
Di tengah maraknya fenomena itu, praktisi PR masa kini harus menghadapi publisher baru. Mereka adalah para blogger, facebookers, dan pemilik akun di Web 2.0 lainnya. Mereka adalah para konsumen. Internet saat ini telah mengubah posisi konsumen di mata perusahaan.
Di era Internet Web 2.0, konsumen melemparkan kekecewaan dengan menulis blog atau posting di berbagai milis serta social networking. Internet membuka banyak jalan untuk memprotes produsen. Di era ini, konsumen bebas menyampaikan pendapat dan melakukan percakapan secara horisontal satu sama lain didunia maya, yang dikenal dengan era Web 2.0.
Tapi sayangnya, Profesional PR masih lamban mengadaptasi perubahan konsumen di era digital ini, terutama yang didorong maraknya Web 2.0, para praktisi PR di Indonesia masih berkutat di Public Relations 1.0, yaitu sebuah strategi PR yang menempatkan middle man, yakni para jurnalis, sebagai penyampai pesan.
Padahal, sesuai dengan konsep 2.0, PR 2.0 memanfaatkan web, web 2.0 untuk mencapai lebih jauh, lebih efektif dan tentunya juga lebih efesien dari segi biaya. PR 2.0 adalah definisi ulang dari kegiatan PR akibat pengaruh teknologi berbasis web dan multimedia.
Jadi, PR 2.0 bukan lagi sekadar mengelola jurnalis, tetapi juga mengelola konsumen yang mampu menjadi publisher di dunia maya. Posisi konsumen kini sudah naik pangkat. Mereka tidak lagi sekadar konsumen, tapi juga publisher dan influencer.
Leave a Reply