Apa itu FoMO, Ciri-Ciri FoMO & Cara Mengatasi Sindrom FoMO
Sindrom FOMO atau Fear of Missing Out akhir-akhir ini sering di bicarakan banyak orang, ternyata semakin banyak orang yang mengalaminya.
Istilah FOMO sendiri ditambahkan ke Oxford English Dictionary pada tahun 2013.
Kondisi ini ditandai dengan perasaan tidak nyaman pada seseorang yang menyita banyak waktu dan merasa ketinggalan akan suatu hal. Kita merasa orang lain memiliki kehidupan, melakukan banyak hal, dan mengetahui berbagai hal yang lebih baik dari kita. Hal ini bisa dilihat dari seringnya kita memeriksa media sosial, berulang kali dan setiap hari, hanya karena kita merasa takut ketinggalan zaman. Kalau tidak melakukannya, kita akan merasa ditinggalkan.
Sebenarnya, FoMO ini sudah ada sejak berabad-abad lalu. Tapi, ketika media sosial muncul, gangguan ini mulai terlihat dan lebih banyak diteliti. Penggunaan media sosial yang berlebihan dapat menyebabkan FoMO dan memberikan dampak buruk. Media sosial mempercepat fenomena FoMO dalam berbagai cara. Hal ini terjadi karena media sosial menyediakan ruang untuk dapat “membandingkan” kehidupan kita dengan kehidupan orang lain yang terlihat “luar biasa”.
Kehidupan orang lain yang sering dilihat di media sosial membuat apa yang kita anggap normal menjadi berbeda. Kita merasa kehidupan pribadi lebih buruk dibandingkan kehidupan teman-teman yang terlihat di media sosial. Banyak orang yang membandingkan pengalaman mereka yang terbaik dan sempurna. Hal inilah yang mungkin akhirnya membuat bertanya-tanya dan berpikir apa yang kurang dari diri atau hidup kita.
Penelitian menemukan, anak remaja cenderung lebih sering menggunakan media sosial dan akhirnya mengalami FoMO. Ini membuktikan, penggunaan media sosial dapat menyebabkan tingkat stres yang lebih tinggi akibat FoMO. Bukan hanya remaja FoMO juga bisa dialami oleh segala usia, Sebuah penelitian dalam jurnal Psychiatry Research mengatakan, FoMO berhubungan dengan penggunaan telepon genggam dan media sosial. Tapi, hubungan ini tidak bergantung pada usia atau jenis kelamin.
Dari Psychology Today, FOMO menyebabkan seseorang memiliki perasaan cemas dan gelisah yang berlebihan. Hal ini sering dihasilkan oleh pemikiran kompetitif bahwa orang lain mengalami lebih banyak kesenangan, kesuksesan, atau kepuasan dalam hidup mereka daripada diri kita sendiri. Saat mengalami FOMO, Seseorang juga merasa tidak bahagia dengan kehidupan yang sedang dijalani. Seseorang akan lebih mudah merasa takut kehilangan yang akhirnya berujung pada perilaku yang tidak sehat.
Dari jurnal Computers in Human Behaviour, terdapat hubungan antara sindrom FOMO dengan gangguan mengemudi. Pada beberapa kasus, kondisi ini bisa berakibat fatal, yaitu kematian.
Daftar Isi
Lalu, bagaimana caranya mengetahui seseorang mengalami sindrom FOMO ini?
Ada beberapa tanda yang dapat ditunjukkan, di antaranya:
1. Penggunaan media sosial yang terlalu sering setiap harinya.
2. Memiliki kepuasaan yang rendah terhadap kehidupan yang dijalani.
3. Memiliki gaya hidup yang serba cepat, sering berganti-ganti hobi, dan cenderung hanya mengikuti tren yang hanya sementara.
4. Sering kali merasa khawatir pendapat orang lain terhadap diri kita sendiri.
5. Memiliki gangguan tidur dan sering mengalami kelelahan sepanjang hari.
6. Sering merasa ditinggalkan atau dikucilkan apabila tidak diikutsertakan dalam interaksi di media sosial.
7. Tidak dapat fokus pada minat tertentu dalam waktu yang cukup lama.
Itulah tanda-tanda seseorang mengalami sindrom FOMO. Kalau dibiarkan tanpa penanganan, kondisi ini berbahaya dan meningkatkan stres seseorang. Sindrom FOMO ini sangat berbahaya dan berdampak buruk bagi kehidupan seseorang. Tidak hanya tingkat stres yang tinggi, Tapi hal ini bisa berdampak pada kualitas hidup seseorang.
Perilaku FOMO yang tidak segera ditangani dengan baik akan mengurangi kualitas keseluruhan kesejahteraan, dan memengaruhi hubungan dengan orang-orang terdekat, serta kehidupan seseorang secara keseluruhan.
Lalu, apa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi sindrom FoMO ini?
Sindrom FOMO bisa dilawan dengan tekad, niat, dan langkah yang tepat,. Yang terpenting adalah kita memahami dan mengakui bahwa kita sedang mengalami sindrom ini atau tidak.
Pahami dulu bahwa media sosial dapat membuat kita merasa lebih buruk tentang diri kita sendiri, bukan lebih baik. Sebab, kalau kita masih menganggap media sosial adalah segalanya, maka akan semakin sulit untuk menghilangkan sindrom FOMO ini.Apa yang terlihat di media sosial belum tentu seperti yang terjadi sebenarnya.
Ketika kita menyadari bahwa media sosial bisa berdampak buruk, maka kita bisa melakukan langkah selanjutnya untuk melawan sindrom FOMO.
Berikut beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk mengatasi sindrom Fomo ini
cara mengatasi sindrom Fomo ini
1. Kita Harus Menetapkan Fokus yang Benar
Sebuah studi yang diungkapkan dalam Science Daily menjelaskan, seseorang yang mengalami sindrom FOMO adalah mereka yang hanya melihat dari luarnya saja.
Menurut mereka, apa yang terlihat dari luar begitu baik, maka hal tersebut adalah benar. Mereka tidak melihat ke dalam, yang mana mungkin akan berbeda seperti yang ditunjukkan.
Seseorang yang mengalami FOMO akan kehilangan jati diri dan merasa ketakutan terhadap banyak hal.
Untuk itu, penting sekali untuk menetapkan fokus yang benar dalam kehidupan kita. Mungkin sebagian dari kita ada yang memiliki pemikiran buruk yang mungkin saja tidak pernah menjadi kenyataan. Oleh karena itu, hindari pemikiran negatif tersebut.
Terdengar klise sih, tapi kenyataannya melihat sisi baik dari kehidupan saat ini akan membantu kita untuk lebih menghargai kehidupan. Hal ini sudah dibuktikan secara ilmiah.
Kita bisa mengubah perilaku dan meningkatkan kebahagiaan hal-hal positif. Salah satu caranya mungkin kita bisa menulis tentang hal-hal apa saja yang disyukuri dan fokus apa yang ingin dituju dalam beberapa waktu ke depan.
Dibanding fokus pada kekurangan yang kita dimiliki, lebih baik perhatikan apa yang sudah kita miliki. Walaupun mungkin ini sulit karena melihat hal-hal yang tidak bisa dimiliki atau dilakukan di media sosial, Tapi hal ini perlu dilakukan. Kita bisa mengikuti akun orang-orang yang memberikan dampak positif pada kehidupan. Unfollow orang-orang yang cenderung sombong atau memberi dampak buruk pada diri.
2. Kita Bisa Buat Jurnal Pribadi
Banyak orang menggunakan media sosial sebagai sebuah “jurnal elektronik” untuk menyimpan apa yang sudah dilakukan atau dialami.
Tapi sebenarnya, ini bisa membuat kita berharap akan komentar orang lain terhadap pengalaman kita dan akhirnya jadi ketergantungan dengan komentar tersebut.
Kita bisa membuat jurnal pribadi tanpa memerlukan “pengakuan” publik yang sering didapat dari media sosial. Dengan melakukan hal ini, Kita dapat terbantu lepas dari FoMO.
3. Koneksi yang Lebih Nyata
Mungkin kita sering merasa kesepian dan mulai mencari hubungan dengan orang lain di media sosial. Sayangnya, menggunakan media sosial untuk mencari hubungan belum tentu dapat berdampak baik. Akan lebih baik kalau kita membangun hubungan dengan orang-orang di sekitar, seperti keluarga dan teman.
Terkadang, terlalu sering terlibat dalam pertemanan di media sosial justru bisa meningkatkan rasa cemas dan kesendirian.Semua akan terasa semu dan kita masih tetap merasa tidak memiliki teman.
Oleh karena itu, bentuklah hubungan pertemanan dan koneksi di kehidupan nyata yang dapat lebih bermakna.
Cara yang bisa dilakukan pastinya banyak sekali. Salah satunya mungkin bisa mencoba membuat rencana untuk berkumpul atau berlibur dengan teman-teman terdekat, atau melakukan kegiatan sosial yang dapat membuat kita mendapatkan kenalan baru. Atau, kalau masih terhambat dengan masa pandemi seperti ini, kita bisa mengajak teman-teman untuk berkumpul lewat virtual, tapi tetap akan terasa intim.
Intinya, lakukan kegiatan yang tidak hanya sekadar berbicara melalui postingan di media sosial saja.
Semakin sering berkoneksi dengan orang lain, maka akan semakin banyak hal yang bisa dibagikan. Hal ini akan membuat kita lebih menghargai kehidupan ini.
4. Kita Harus Fokus pada Rasa Syukur
Penelitian menunjukkan, terlibat dalam aktivitas yang meningkatkan rasa syukur dapat meningkatkan semangat kita dan orang-orang di sekitar.
Walaupun terkesan sulit, kita bisa mulai mencoba untuk fokus pada nikmat yang sudah dimiliki. ketimbang memikirkan kekurangan bila membandingkan diri dengan orang lain di media sosial.
Kita harus sadar, apa yang dilihat di media sosial belum tentu sesuai dengan keadaan asli pemilik akun. kita tidak selalu tahu cerita sepenuhnya di balik gambar-gambar yang dilihat.
Oke teman-teman, Itulah hal-hal yang perlu kita pahami tentang sindrom FOMO. Semua kembali lagi tentang apa yang kita rasakan.
Jika kita membutuhkan pertolongan profesional dan merasa sindrom ini sudah sangat mengganggu kehidupan, sebaiknya segera konsultasikan.
Leave a Reply